Sejak zaman prasejarah, manusia sudah mengenal pemakaian
perhiasan. Peninggalan peninggalan dari zaman ini, menunjukkan bahwa naluri
menghias diri pada manusia, tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan
peradaban manusia itu sendiri. Semakin tinggi peradabannya, semakin tinggi pula
teknik dan mutu perhiasan yang dihasilkannya.
Pada masyarakat yang kehidupannya masih sangat sederhana
(primitif) cara menghias diri mereka juga dilaksanakan dengan cara yang sangat
sederhana pula, yaitu dengan jalan mencoreng-coreng wajah/tubuh dengan arang, lumpur,
atau bahkan dirajah dengan tatto. Semua tindakan menghias diri tersebut tentu
mempunyai maksud-maksud tersendirim, sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan yang
berlaku pada tata kehidupan masyarakat tersebut.
Perkembangan lebih lanjut menunjukkan adanya usaha atau kecenderungan
untuk menggunakan dan memakai benda-benda temuan dari alam untuk digunakan
sebagai perhiasan, seperti kulit kerang, tulang, bulu binatang, kayu, batu dan
lain-lain. Benda-benda tersebut belum diolah bentuknya, dari bentuknya yang
asli kemudian dipakai sebagai kalung, gelang tangan, perhiasan kepada, dan
sebagainya.
Sesuai dengan perkembangan peradaban manusia, dapat dilihat
bahwa jenis dan bentuk perhiasan yang dipakainya pun berkembang. Perhiasan-perhiasan
yang dipakai tidak lagi hanya melulu diambil dari hasil temuan di alam, tetapi
manusia mulai menciptakan bentuk perhiasan dengan berubah alam. Perhiasan-perhiasan
dari tulang dan batu mulai ditinggalkan, dan kalau pun bahanya dari batu adan
tulang, bentuknya mulai diperhalus dan dirobah sesuai dengan kemauan dipenciptanya.
Kalau diperhatikan bentuk dari perhiasan perhiasan daerah
Sulawesi Selatan ini terlihat adanya bentuk-bentuk yang kokoh dari disainnya.
Gelang wanita atau gallang terbagi atas dua macam, yaitu gelang panjang dan
gelang pendek, bentuknya terlihat massif dan kuat. Ornamen yang diterapkan pada
perhiasan-perhiasan dari Sulawesi Selatan ini sangat indah, dengan menggunakan
pola-pola geometris. Hal ini sekaligus juga membuktikan bahwa tingkat kemahiran
para pandai Besi emas di tanah air ini dapat dikatakan merata.
Perhiasan-perhiasan ini dibuktikan bahwa kehidupan masyarakat Indonesia di
berbagai suku/daerah kaya dengan tradisi upacara.
Dalam Gambar-gambar beberapa macam perhiasan tradisional yang terdapat di Sulawesi-selatan yang ada di AnjunganSulawesi-selatan, TMII, Jakarta yang telah di bukukan pada tahun 1983. Anda dapat mendapatkan Album Tradisional ini di Museum dan Rumah Baca Kucang Pustaka yang terletak di Desa Bontosunggu, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba.
Berikut ini beragam perhiasan Tradisonal yang ada di Sulawesi-selatan.
|
Potto
Naga atau gelang Naga pria bugis. Bahan asli dari emas. Koleksi anjungan
Sulawesi-selatan, TMII, Jakarta. |
|
Lola,
adal dari Bugis Makassar, digunakan untuk kelengkapan pakaian adat. |
|
Tigero
Tedong atau Karro-karro Tedong berasal dari Bugis Makassar, sebagai kelengkapan
pakaina adat, bahan asli dari emas. |
|
Rantte
Labbu atau Gero Mabule, berasal dari Bugis, sebagai kelengkapan pakaian adat |
|
Bondo,
atau Mahkota wanita, berasal dari Bugis, dipergunakan sebagai kelengkapan
pakaian adat |
|
Hiasan
Siagara dari Bugis Makassar. |
|
Kalung
bermotif burung garuda berasal dari Toraja, bahan dari emas. |
|
Sigara,
hiasan kepala pria dari Bugis Makassar, terbuat dari kain dan perada sebagai
kelengkapan pakaian adat. |
|
Sassang,
terbuat dari manik-manik yang dipergunakan untuk keperluan pakaian adat yang
berasal dari Toraja. |
|
Kandawure,
bagian bawah dari kalung wanita toraja yang terbuat dari manik-manik berwarna
warni. |
Sumber :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1983. Album Perhiasan Tradisional: Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
0 komentar:
Posting Komentar